Nilai Kerugian Negara Dalam Kasus Korupsi ASABRI Dianggap Tak Sesuai Fakta

Perkembangan kasus korupsi PT ASABRI terus menuai pro-kontra di masyarakat. Setelah salah satu terdakwa kasus tersebut, yaitu Heru Hidayat, dalam persidangan dituntut hukuman mati plus pengembalian dana hasil korupsi kepada negara sebesar Rp12,6 triliun, kini perhitungan nilai kerugian negara dalam kasus ini pun turut dipertanyakan. Saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang, yaitu Dian Puji Simatupang, misalnya, menilai bahwa perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahwa kasus ini telah merugikan negara hingga Rp22,788 triliun tidak sesuai dengan fakta yang ada. “Sumber dana investasi yang kemudian jadi masalah di ASABRI ini berasal dari iuran anggota TNI-Polri, terpisah dari keuangan negara, sehingga (kasus ASABRI ini) tidak menimbulkan kerugian negara sedikit pun,” ujar Dian, dalam kesaksiannya, di persidangan. Sayang, pihak kejaksaan tetap sependapat dengan simpulan BPK soal adanya kerugian negara hingga Rp22,788 triliun dalam kasus ini.
Menanggapi silang persepsi tersebut, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menyatakan bahwa perdebatan sudut pandang dan pemakaan tentang kerugian negara itu sudah lama terjadi. Dalam hal ini, Chairul mengaku sependapat dengan Dian Puji Simatupang yang menganggap bahwa masalah keuangan ASABRI bukanlah kerugian keuangan negara. Sehingga kalau pun bakal diproses sebagai sebuah tindakan hukum pidana, maka kasus ini masuk dalam ranah hukum pidana umum, dan bukan merupakan tindak pidana korupsi (tipikor). “Saya sependapat dengan Pak Dian, karena dana yang ada di ASABRI itu bukan milik negara, melainkan hasil iuran anggota TNI-Polri. Sehingga bisa jadi ada pidananya, namun pidana umum atau pidana di UU Asuransi,” ujar Chairul, kepada media, Selasa (7/12).
Terkait perbedaan persepsi ditu, Chairul pun secara lugas menuding pemerintah yang meski simpulannya tidak sesuai teori, namun malah semaunya sendiri sebagai penguasa negeri. Pemahaman ini turut dibenarkan oleh Pakar Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar. Menurut Akbar, perlu ada penegasan tentang pemisahaan keuangan negara dan iuran ASABRI. “Perlu ada auditor lain yang relevan dan kompeten untuk mengatakan bahwa dana tersebut apakah termasuk kerugian negara aau bukan, sehingga BPK tidak menjadi rujukan tunggal dalam perhitungan dugaan kerugian negara,” ujar Akbar.
Dalam kasus ini, Akbar berpendapat bahwa Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan (BPKP) dapat turut dilibatkan dalam melakukan penilaian. Selain itu Majelis Kehormatan Kode Etik BPK dinilai seharusnya juga melakukan waskat. Akbar menilai jika dalam investasi saham, seharusnya ada pengawasan dan pengamanan terhadap harga saham agar tidak merugikan pihak ketiga. “Namun dalam penanganan kasus ASABRI, jika merujuk pada UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, maka sebaiknya sanksi administratif terlebih dulu dilakukan. Selain itu, yang utama adalah pengembalian kerugian negara, jadi bukan hanya penghukuman badan,” tegas Akbar.
相关文章
Empat Terdakwa Pembunuhan Brigadir Yosua Ajukan Banding
JAKARTA, DISWAY.ID- Empat terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua ajukan banding atas vonis hakim yang te2025-06-03Dongkrak Pendapatan, Jobubu Jarum (BEER) Resmi Luncurkan Produk Baru
Warta Ekonomi, Jakarta - PT Jobubu Jarum Minahasa Tbk (BEER) kembali membuat gebrakan di pasar minum2025-06-03Petinggi Pabrikan Otomotif Ini Diam
Warta Ekonomi, Jakarta - CarnewsChina mengabarkan Neta kini sedang kritis dan banyak diperebutkan ol2025-06-03PAN Ungkap Batas Usia Capres Cawapres Tak Krusial: Integritas
JAKARTA, DISWAY.ID- Partai Amanat Nasional (PAN) buka suara soal isu batasan usia minimal calon pres2025-06-03Harga Emas Terus Menguat, Analis: Bisa Capai USD3.400 Pekan Ini
Warta Ekonomi, Jakarta - Harga emas dunia terus melesat dan kini telah menembus level USD3.360 per t2025-06-03OJK Naikkan Level Pengawasan Asuransi Kesehatan, Begini Aturannya
Warta Ekonomi, Jakarta - Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 resmi diterbitkan oleh OJK seba2025-06-03
最新评论